Gempa dan Rumah Tahan Gempa


Peristiwa gempa yang terjadi di Padang disiarkan setiap hari di NHK dalam berita pagi, siang, malam.

Gempa berskala 7.8 di Indonesia itu kira-kira sama dengan gempa berskala 5 di Jepang, kata teman saya. Perlu diketahui bahwa skala pengukuran gempa di Jepang dan di Indonesia berbeda. Di Indonesia menggunakan skala Richter.

Gempa yang terjadi di Jepang diukur berdasarkan intensitas gejala dan kerusakan yang timbul, sedangkan di Indonesia diukur berdasarkan energi yang muncul akibat gempa.

Secara garis besar ada dua jenis pengukuran gempa, yaitu berdasarkan magnitudo dan intensitasnya. Pengukuran berdasarkan magnitudo biasanya dilakukan dengan menggunakan skala richter. Menurut skala ini gempa bumi tidak akan mencapai skala 9.5M. Gempa di Aceh yang diikuti tsunami tahun 2004 sebesar 9.3 M.

Adapun pengukuran berdasarkan intensitas dikenalkan oleh banyak ilmuwan di antaranya Giuseppe Mercalli (Mercalli scale), Fusakichi Omori (Omori scale), Rossi-Forrel scale, dll. Perbandingan antara masing-masing skala berdasarkan intensitasnya bisa dilihat di sini.

Pengukuran gempa di Jepang menggunakan Omori scale, yang terdiri dari 7 tingkatan.Pengukuran gempa dengan skala Omori disebut Shindo (震度). Skala 1 ada gempa kecil yang hanya dirasakan oleh orang yang berada dalam keadaan diam. Skala 2 hingga 4 juga tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Skala 5 biasanya barang-barang mulai berjatuhan, dan gejala yang agak parah, bangunan retak atau roboh adalah skala 6 dan skala 7.

Sehingga gempa yang terjadi di Padang baru-baru ini dilihat dari gejalanya sebenarnya termasuk shindo 7, tetapi pengukuran Omori itu hanya bisa dipakai untuk gejala gempa yang terjadi di Jepang dengan asumsi bangunan yang sudah dibuat tahan gempa semua. Oleh karena itu gempa yang terjadi di Padang jika disejajarkan dengan skala Omori kemungkinan setara dengan shindo 5. Namun jika disejajarkan dengan gempa Kobe yang berskala 7.3 M, maka gempa di Padang barangkali sama dengan gempa Kobe.


P1010843

P1010841

Kalau diperhatikan sebagian rumah-rumah tradisional Jepang berstruktur kayu dan umumnya satu tingkat. Rumah-rumah modern saat ini kebanyakan berstruktur batu/semen. Apabila bermaksud menyewa kamar/apartemen di Jepang, maka biasanya ada 3 kriteria, yaitu mansion, apato (apartemen) dan kobo. Mansion biasanya berstruktur bangunan batu/semen dan wajib memenuhi standar pendirian bangunan tahan gempa. Apartemen ada dua jenis, yang berstruktur batu/semen, atau campuran. Ada yang tahan gempa ada yang tidak. Sedangkan kobo biasanya berstruktur campuran dan umumnya kurang kuat. Tentu saja harga sewa tergantung dari jenis bangunan.

Peraturan tentang bangunan-bangunan berstandar (tahan gempa) dikeluarkan tahun 1971 dan direvisi tahun 1980. Tetapi seperti dilaporkan di sini banyak bangunan yang tetap tidak kuat menghadapi goncangan sebesar 7 skala richter. Peraturan tentang bangunan standar sangat diperketat untuk bangunan yang berupa fasilitas umum, seperti sekolah, rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, dll.

Baru-baru ini di sebuah kota di Aichi , pemerintah kota melakukan pengecekan ulang rumah-rumah penduduk, terutama rumah-rumah tua, dan menghimbau rakyat untuk membangun kembali sesuai dengan standar ketahanan terhadap gempa. Tampaknya ini sulit sekali sebab biaya membangun rumah bukan hal yang murah.

Rumah-rumah berstruktur kayu diakui tahan gempa dan tidak hanya itu, model dan posisi bangunan juga termasuk hal yang perlu diperhatikan. Ilmu tentang ini mungkin perlu disebarluaskan oleh ahli gempa dan arsitektur kita. Sekalipun berat dan akan memakan biaya besar, pemerintah Indonesia harus mulai membantu rakyat untuk membangun pemukiman yang sekalipun sederhana tetapi memenuhi kriteria tahan gempa.

Kami sempat membahas juga tentang rumah-rumah kayu di kepulauan Sulawesi dan Sumatera yang terkenal kokoh (terutama yang dibangun dengan kayu besi). Rumah-rumah tradisional seperti itu kelihatannya mulai menghilang di perkotaan di Indonesia, dan ada kecenderungan orang-orang kalangan atas membangun rumah dengan gaya Eropa. Sedangkan di Jepang, ciri khas tradisional biasanya masih dipertahankan di setiap rumah. Sekalipun mungkin bukan menjadi hal yang fundamental dalam pembangunan rumah tahan gempa, tetapi barangkali perlu tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam pembangunan perumahan di tanah air.


oleh http://murniramli.wordpress.com

About Yamada Ryosuke,,,



Yamada Ryosuke merupakan salah satu personil dari grup Hey! Say! JUMP dari Jepang yang terdiri dari Kota Yabu, Hikaru Yaotome, Kei Inoo, Daiki Arioka, Yuya Takaki, Yuto Nakajima, Yamada Ryosuke, Chinen Yuuri, Ryutaro Morimoto, dan Keito Okamoto.

Dibawah ini merupakan biodata tentang Yamada Ryosuke

Nama: Yamada Ryosuke
Panggilan: Yama-chan, (berharap dipanggil Ryo-chan)
T/TL: Tokyo, Japan, 9 Mei 1993
Tinggal: Kanagawa - Jepang
Gol. Darah: B
Tinggi/Berat Bedan: 168/47 kg
Makanan Fav.: Strawberry, terung
Pelajaran Fav.: Sosial dan Baahasa Jepang
Lemah di pelajaran Matematika
Hobi: Memasak, memancing
Warna Fav.: Jingga, putih
Angka Fav.: 4, dan 5
Olahraga Fav.: Sepakbola
Grup saat ini: Hey! Say! JUMP, NYC Boys
Mantan Grup: Hey! Say! 7, Kitty Jr, Tap Kids
Senpai yang dikagumi: Koichi Dohmoto
Lagu Solo: Asia no Yoru, Perfume, Moonlight, Future Earth, Stars ini Heaven (duet dengan Chinen Yuuri

=> Mengoleksi Koin
=> Bersahabat baik dengan Yuto Nakajima
=> Pandai meniru gerakan orang lain
=> Mempunyai harta benda yang berharga yaitu binatang peliharaan seekor kelinci, hamster, dan 2 ekor marmut
=> Cita-cita sewaktu kecil menjadi Ultraman dan saat besar menjadi pemain Sepak bola




Sekian,,,, dulu dari Hey! Say! JUMP,,,,,
Copyright 2009 Fajar's World. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy